Pemerintah Arab Saudi memperketat aturan untuk musim haji 1446 Hijriah/2025 M, terutama terkait akses masuk ke Mekkah dan penggunaan visa haji resmi. Aturan ini menyebabkan sejumlah kendala bagi jemaah haji Indonesia, termasuk pemisahan rombongan, keterlambatan distribusi kartu nusuk, dan kebingungan akibat sistem syarikah.
Berikut adalah ulasan lengkap mengenai perubahan aturan, dampaknya, serta upaya mitigasi yang dilakukan pemerintah Indonesia.
Aturan Ketat Visa Haji dan Larangan Masuk Mekkah
Mulai 29 April 2025, Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi melarang siapa pun masuk ke Mekkah tanpa visa haji resmi. Untuk ekspatriat, larangan ini bahkan berlaku lebih awal, mulai 23 April 2025.
Konsul Haji KJRI Jeddah, Nasrullah Jasam, menjelaskan bahwa izin masuk hanya diberikan kepada tiga kelompok: penduduk Mekkah yang terdaftar resmi, pemegang visa haji sah, dan petugas yang bekerja di tempat-tempat suci.
“Jemaah tanpa visa haji atau izin yang sah akan ditolak masuk Mekkah dan dipulangkan ke tempat asalnya,” ujar Nasrullah, seperti dikutip dari situs resmi Kementerian Agama pada 14 April 2025.
Aturan ini bertujuan memastikan keselamatan dan keamanan jemaah dengan mencegah masuknya jemaah ilegal, yang dapat mengganggu kelancaran ibadah haji. Namun, kebijakan ini berdampak signifikan, terutama bagi jemaah yang mencoba masuk dengan visa non-haji, seperti visa umrah atau ziarah.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, Hilman Latief, menegaskan, “Tahun ini ke Mekkah-nya itu sudah sulit sekali, sudah sangat ketat dan satu-satunya selain kartu nusuk yang bisa meloloskan jemaah itu syarikah”.
Kartu Nusuk dan Sistem Syarikah: Kunci Akses ke Mekkah
Pemerintah Arab Saudi memperkenalkan kartu nusuk sebagai identitas digital wajib bagi jemaah haji. Kartu ini, tersedia dalam format fisik dan digital melalui aplikasi Nusuk atau Tawakkalna, memuat informasi penting seperti identitas jemaah, jadwal pengelompokan, dan alamat akomodasi.
“Nusuk ini seperti nyawa kedua jemaah. Tanpa kartu ini, jemaah tidak diizinkan masuk Mekkah atau mengikuti rangkaian puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina,” kata Ketua PPIH Arab Saudi, Muchlis Hanafi, pada 5 Mei 2025.
Selain kartu nusuk, sistem syarikah—perusahaan resmi yang ditunjuk Arab Saudi untuk melayani jemaah—menjadi elemen krusial. Saat ini, delapan syarikah menangani jemaah haji Indonesia, menyediakan layanan seperti akomodasi, transportasi, dan logistik. Namun, implementasi sistem ini menuai tantangan.
Hilman Latief mencatat bahwa keterlambatan penerbitan visa dan distribusi kartu nusuk menyebabkan pemisahan rombongan, termasuk pasangan suami-istri dan jemaah lansia dari pendamping mereka. “Kenapa kami sampai menahan-nahan keberangkatan beberapa orang? Agar betul terbawa oleh syarikahnya pada saat menembus Mekkah,” ujar Hilman dalam rapat dengan Komisi VIII DPR RI pada 19 Mei 2025.
Dampak pada Jemaah Indonesia
Aturan baru ini menciptakan sejumlah kendala di lapangan:
- Pemisahan Rombongan: Sistem syarikah menyebabkan kloter campuran, di mana jemaah dari daerah yang sama dilayani oleh syarikah berbeda. Akibatnya, pasangan suami-istri atau jemaah lansia terpisah dari pendamping mereka. Anggota Komisi VIII DPR RI, Maman Imanul Haq, mengkritik, “Sistem syarikah ini telah mengacaukan pengelompokan kloter. Suami-istri dipisah, lansia terlepas dari pendampingnya. Ini tidak bisa dibiarkan”.
- Keterlambatan Kartu Nusuk: Sebanyak 35.000 jemaah haji Indonesia belum menerima kartu nusuk pada awal keberangkatan, menyulitkan akses ke Mekkah. Kemenag dan otoritas Saudi bergerak cepat untuk mempercepat distribusi, tetapi proses ini tetap memengaruhi kelancaran.
- Pemeriksaan Ketat: Otoritas Saudi menerapkan pemeriksaan berlapis di pintu masuk Mekkah, termasuk oleh petugas keamanan (askar). Jemaah tanpa kartu nusuk atau visa haji resmi langsung dipulangkan, bahkan sebelum turun dari bus.
Upaya Mitigasi: Sistem “One Syarikah-One Kloter”
Untuk mengatasi masalah pemisahan rombongan, Kemenag memperkenalkan sistem “one syarikah-one kloter” mulai gelombang kedua keberangkatan. Sistem ini memastikan satu kelompok terbang (kloter) dilayani oleh satu syarikah untuk meminimalkan kekacauan.
“Langkah ini kami ambil untuk mempermudah koordinasi antara petugas kloter, sektor, dan pihak syarikah,” jelas Hilman Latief. PPIH Arab Saudi juga telah menyelesaikan pemberangkatan 220 jemaah terpisah dari Madinah ke Mekkah pada 19 Mei 2025, yang menjadi rombongan terakhir untuk memastikan tidak ada lagi jemaah tercecer.
Kritik dan Evaluasi dari DPR
Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang, mendesak evaluasi menyeluruh terhadap sistem syarikah. Ia menyoroti bahwa pengelompokan berdasarkan syarikah tidak boleh memisahkan jemaah dari pasangan atau pendamping mereka.
“Supaya keinginan kita utuh di dalam satu kloter, itu nanti paling tidak yang akan kita lakukan koordinasi, ingatkan pemerintah,” ujar Marwan pada 19 Mei 2025. Ia juga menekankan pentingnya koordinasi yang lebih baik dengan syarikah untuk gelombang kedua agar jemaah dapat menjalani ibadah dengan nyaman dan khusyuk.
Anggota Komisi VIII lainnya, Kiai Maman Imanul Haq, menambahkan bahwa implementasi sistem syarikah dilakukan secara mendadak tanpa mitigasi risiko yang matang. Ia mengusulkan pembagian tugas syarikah berdasarkan wilayah asal jemaah, misalnya satu syarikah untuk satu provinsi, untuk menghindari tumpang tindih dan kebingungan.
Imbauan dan Solusi ke Depan
Pemerintah Indonesia, melalui Kemenag, mengimbau jemaah untuk hanya menggunakan visa haji resmi dan menghindari tawaran visa non-haji yang dapat berujung pada deportasi atau sanksi berat, seperti denda 50.000 SAR (setara Rp 213 juta) atau larangan masuk Saudi selama 10 tahun. Menteri Agama Nasaruddin Umar menegaskan, “Masuk tanah haram tanpa visa haji enggak boleh. Kalau umrah, bukan waktunya untuk umrah sekarang”.
Untuk memastikan kelancaran, Kemenag juga meningkatkan koordinasi dengan otoritas Saudi dan syarikah, serta mempercepat distribusi kartu nusuk. PPIH terus mengedukasi jemaah tentang pentingnya menjaga kartu nusuk, yang disebut sebagai “tiket utama” untuk seluruh rangkaian ibadah haji.
Aturan baru Arab Saudi untuk haji 2025, termasuk larangan masuk Mekkah tanpa visa haji dan ketergantungan pada kartu nusuk serta syarikah, bertujuan meningkatkan keamanan dan efisiensi.
Namun, implementasinya menimbulkan tantangan, seperti pemisahan rombongan dan keterlambatan kartu nusuk, yang memengaruhi kenyamanan jemaah Indonesia. Dengan sistem “one syarikah-one kloter” dan evaluasi yang diminta DPR, diharapkan kendala ini dapat diminimalkan untuk memastikan ibadah haji berjalan lancar dan khusyuk.