LiputanKhusus.com — Bono, vokalis legendaris U2, telah lama dikenal sebagai advokat kemanusiaan dan perdamaian global. Namun, belakangan ini, posisinya terkait konflik Israel-Palestina telah menyeruak sebagai noda yang mencoreng reputasi moralnya.
Dalam seruannya yang meminta Hamas untuk menghentikan perang dengan membebaskan sandera, Bono secara mencolok gagal mengutuk kebiadaban genosida yang dilakukan Israel terhadap rakyat Palestina. Sikap ini bukan hanya hipokrit, melainkan juga menunjukkan kebutaan moral yang mengkhawatirkan di hadapan penderitaan yang tak terlukiskan.
Ketika Bono menyerukan pembebasan sandera, narasi yang ia pilih secara efektif menggeser fokus dari akar masalah dan ketidakadilan struktural yang telah berlangsung puluhan tahun.
Permintaannya, meskipun secara sepintas terdengar mulia, menjadi hampa dan bahkan menyesatkan ketika tidak diimbangi dengan kecaman keras terhadap tindakan Israel yang membunuh ribuan anak-anak dan warga sipil tak berdosa, memblokade bantuan kemanusiaan hingga menyebabkan kelaparan massal, dan mengabaikan ribuan warga Palestina yang ditahan tanpa tuduhan jelas.
Dan ini bukanlah sikap seorang juru damai, melainkan seorang yang memilih untuk melihat sebagian kebenaran dan menutupi sebagian yang lebih mengerikan.
Lebih jauh, ucapan Bono yang hanya menargetkan “Israel harus bebas dari Netanyahu” adalah bentuk pengalihan tanggung jawab yang sangat dangkal. Meskipun kepemimpinan Netanyahu memang bermasalah, fokus semata pada satu individu mengaburkan kenyataan bahwa kebiadaban IDF dan kebijakan opresif terhadap Palestina adalah sistemik, mengakar dalam ideologi Zionisme dan praktik pendudukan yang telah berlangsung lama. Ini bukan hanya tentang seorang pemimpin, melainkan tentang sebuah sistem militer dan politik yang secara terang-terangan melanggar hukum internasional dan norma-norma kemanusiaan.
Sikap Bono yang pro-Zionis, seperti yang tercermin dari seruan yang bias ini, menunjukkan bahwa aktivismenya terhadap keadilan global memiliki batas yang jelas, terutama ketika menyentuh isu-isu yang sensitif secara geopolitik. Ia seolah rela mengorbankan prinsip-prinsip universal tentang hak asasi manusia demi kenyamanan narasi yang lebih “diterima” oleh pihak-pihak tertentu.
Dan in adalah ironi pahit dari seorang seniman yang pernah menyanyikan lagu-lagu tentang perlawanan terhadap penindasan dan perjuangan untuk kebebasan.
Baca juga Netanyahu Persenjatai Geng Perampok di Gaza: Zionisme Telah Menjadi Kejahatan Terorganisir
Kritik terhadap Bono bukan hanya sekadar “serangan” pribadi, melainkan seruan untuk konsistensi moral. Jika seorang figur publik sebesar Bono tidak mampu melihat dan mengutuk genosida yang sedang berlangsung di Gaza, jika ia hanya mampu melihat satu sisi penderitaan sambil mengabaikan kekejaman sistemik yang jauh lebih besar, maka suaranya tidak lagi menjadi mercusuar keadilan, melainkan gaung kepincangan moral yang memekakkan telinga.
Dunia membutuhkan suara-suara yang berani, yang tanpa takut mengutuk semua bentuk penindasan, bukan suara-suara yang memilih untuk buta di tengah bencana kemanusiaan.