0
0

DPR Terima Surat Pemakzulan Gibran, Akan Dibawa ke Rapat Paripurna untuk Diputuskan

Surat resmi pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka telah diterima DPR. Agenda pembacaan surat ini dijadwalkan dalam rapat paripurna terdekat, menandai babak baru dalam dinamika politik nasional

Jakarta — Angin politik bertiup kencang dari Senayan. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI resmi menerima surat usulan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Surat tersebut bukan berasal dari partai politik, melainkan dari Forum Purnawirawan Prajurit TNI—kelompok para jenderal purnawirawan yang kini ikut bersuara lantang dalam dinamika demokrasi Indonesia.

Ditandatangani Empat Jenderal Bintang Empat

Surat pemakzulan bertanggal 26 Mei 2025 itu telah diterima oleh Sekretariat Jenderal DPR, MPR, dan DPD sejak 2 Juni 2025. Isinya tidak main-main. Empat tokoh besar militer Indonesia tercantum sebagai penandatangan:

  • Jenderal (Purn) Fachrul Razi
  • Marsekal (Purn) Hanafie Asnan
  • Jenderal (Purn) Tyasno Soedarto
  • Laksamana (Purn) Slamet Soebijanto

Mereka menilai bahwa Gibran tidak layak dan tidak patut menjabat sebagai Wakil Presiden, baik dari sisi hukum, etika, maupun kapasitas kepemimpinan.

Landasan Hukum dan Kritik Etika

Dalam suratnya, Forum Purnawirawan TNI mengacu pada Pasal 7A dan 7B UUD 1945 serta TAP MPR No. XI Tahun 1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN. Mereka juga mengangkat keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang memberhentikan Anwar Usman sebagai Ketua MK karena pelanggaran etik dalam perkara yang menguntungkan Gibran.

Tak hanya itu, mereka menyebut putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang meloloskan Gibran sebagai cacat hukum. “Putusan tersebut batal demi hukum karena konflik kepentingan yang nyata dari Anwar Usman,” tulis mereka.

Selain aspek hukum, surat tersebut juga memuat kritik tajam terhadap latar belakang Gibran yang dianggap minim pengalaman, serta menyinggung kontroversi akun media sosial “fufufafa” yang disebut-sebut terafiliasi dengan dirinya.

Tahapan DPR: Menanti Rapat Paripurna

Andreas Hugo Pareira, anggota DPR dari Fraksi PDIP, menyatakan bahwa surat tersebut patut diapresiasi sebagai bentuk kepedulian terhadap etika dan integritas negara. Namun, jalan pemakzulan tidak semudah membalik telapak tangan.

“Surat itu akan dibacakan dalam Rapat Paripurna. Jika rapat dihadiri oleh dua pertiga anggota DPR, dan disetujui oleh dua pertiga dari yang hadir, barulah proses sesuai Pasal 7A bisa dimulai,” jelas Andreas.

Jika lolos dari Paripurna, surat tersebut akan diteruskan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menguji apakah Gibran benar-benar melanggar hukum secara berat.

Namun, bila kuorum tak tercapai atau tidak disetujui mayoritas, maka surat itu bisa langsung kandas di meja parlemen—tanpa proses lanjut.

Serius atau Sekadar Simbolik?

Surat ini menjadi penanda bahwa oposisi terhadap kekuasaan Prabowo-Gibran tidak hanya datang dari aktor politik formal, tetapi juga dari para tokoh militer senior yang merasa bertanggung jawab terhadap masa depan bangsa.

Apakah pemakzulan Gibran akan menjadi realita atau hanya menjadi simbol perlawanan moral? Waktu dan konfigurasi kekuatan politik di DPR akan menjadi penentu.

Namun satu hal jelas: surat ini telah membuka babak baru dalam peta politik Indonesia—babak yang bisa mengguncang stabilitas kekuasaan atau mengukuhkan kembali posisi petahana.

- Advertisement -spot_imgspot_img

Ekonomi

- Advertisement -spot_img

Related news

- Advertisement -spot_img

Read More

- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini