LiputanKhusus.com, Jakarta – Kehidupan di Jalur Gaza kembali terpuruk setelah Israel memutuskan untuk menghentikan akses bantuan kemanusiaan, termasuk makanan dan obat-obatan, pada 2 Maret 2025. Keputusan ini telah membawa warga Gaza ke ambang kelaparan dan krisis kesehatan yang parah.
Huda Helles, seorang ibu dari delapan anak, menceritakan pengalaman keluarganya yang terpaksa tinggal di tenda darurat di Al-Wihda Street, Gaza City, setelah rumah mereka di Al-Shujaiya dibom oleh serangan udara Israel pada 2023. Mereka memiliki rencana untuk memasak berbagai hidangan selama Ramadan, tetapi rencana itu kini tinggal kenangan.
“Kami biasanya memasak berbagai hidangan setiap hari, tapi sekarang, selama lebih dari 20 hari, kami hanya makan nasi,” kata Huda. “Sekarang, perutku mulai terasa sakit.”
Situasi ini diperburuk dengan adanya pemblokiran Israel yang telah berlangsung selama hampir sebulan, sehingga tidak ada bantuan yang dapat masuk ke Gaza. Seluruh permintaan dari badan-badan kemanusiaan untuk mengakses wilayah tersebut telah ditolak oleh otoritas Israel.
Menurut kantor koordinasi bantuan PBB (OCHA), serangan Israel telah menewaskan delapan pekerja kemanusiaan sejak keputusan untuk melanjutkan serangan terhadap Gaza pada 18 Maret, sehingga total korban tewas mencapai 399 orang.
Ahmed Ramda, seorang ayah dari empat anak, juga berjuang untuk mencari makanan bagi keluarganya. Ia percaya bahwa dampak pemblokiran ini lebih parah daripada tahun sebelumnya.
“Kami tidak memiliki energi untuk melarikan diri dari satu tempat ke tempat lain, mengambil air, atau bahkan pulih dari luka-luka karena kekurangan makanan dan perawatan medis,” kata Ahmed.
Tragedi yang menimpa Ahmed Ramda masih terasa menyakitkan hingga saat ini. Ia yang sebelumnya bekerja sebagai pengemudi, kehilangan kendaraannya akibat serangan udara Israel pada November 2023. Saat itu, Ahmed dan keluarganya sedang mengungsi untuk menyelamatkan diri.
Namun, malang tidak hanya menimpa kendaraannya, rumahnya juga hancur lebur, ayahnya gugur, dan beberapa anggota keluarga lainnya terluka parah.
Kehidupan Ahmed Ramda dan keluarganya terus terpuruk setelah kehilangan rumah dan mata pencaharian mereka. Mereka sekarang tinggal di sebuah tenda di Omar Al-Mukhtar Street, Gaza City, yang merupakan salah satu daerah yang paling terkena dampak konflik.
Ahmed mengungkapkan bahwa anak-anaknya menangis setiap hari karena tidak ingin makan makanan yang disediakan oleh organisasi kemanusiaan, seperti lentil dan nasi. Mereka menginginkan makanan yang lebih bergizi seperti ayam, daging, dan buah-buahan.¹
Ahmed juga menceritakan tentang kematian bayi mereka, Misk, yang meninggal karena kekurangan gizi pada Agustus 2024. Istri Ahmed, Sana, mengalami kesulitan menyusui Misk karena kekurangan makanan sehat dan tidak mampu membeli makanan yang tersedia di pasar.
Kematian Misk telah meninggalkan luka yang dalam bagi Ahmed dan keluarganya. Putri mereka yang berusia 10 tahun, Jori, juga mengalami dehidrasi karena kekurangan air dan makanan.
Ahmed berharap bahwa perbatasan Gaza akan segera dibuka sehingga mereka dapat mendapatkan makanan dan air yang cukup. Ia juga berharap dapat melarikan diri dari Gaza dan memulai hidup baru di negara lain, seperti Norwegia atau Belgia, di mana ia dapat menemukan pekerjaan dan hidup dalam damai bersama keluarganya.
Ahmed menyerukan kepada dunia internasional untuk mengakhiri penderitaan mereka dan memberikan perhatian kepada anak-anak mereka yang telah kehilangan hak-hak dasar mereka.
Ia menambahkan bahwa keluarganya ingin agar perbatasan dibuka sehingga mereka dapat bekerja, mencari nafkah, dan hidup dalam damai.
Kisah serupa dialami oleh Mazen Marouf, seorang petani yang berjuang untuk bertahan hidup bersama keluarganya yang berjumlah 11 orang. Mereka telah menanam tomat dan bawang di lahan mereka di Beit Lahia, tetapi rencana mereka hancur ketika Israel melanggar gencatan senjata pada 18 Maret.
“Kami hanya makan ketika ada distribusi bantuan atau ketika orang lain berbagi makanan kaleng,” kata Mazen. “Keluarga saya dan saya sakit dan menderita karena kekurangan gizi.”
Serangan Israel yang tiba-tiba dan tidak terduga telah menghancurkan rencana Mazen dan keluarganya. Mereka terpaksa meninggalkan rumah mereka dan mengungsi ke tempat yang lebih aman.
Namun, mereka kesulitan menemukan tempat yang kosong untuk mendirikan tenda di lingkungan Al-Yarmouk karena banyaknya pengungsi yang juga mencari tempat untuk berteduh.
Mazen dan keluarganya masih berjuang untuk mencari makanan karena mereka tidak memiliki uang dan tidak dapat membawa makanan saat mereka mengungsi.
Wilayah Beit Hanoun di utara Jalur Gaza, yang dulunya dikenal sebagai “keranjang makanan” Gaza, telah hancur akibat perang.
Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), setidaknya 67,6% lahan pertanian di utara Gaza telah hancur akibat serangan Israel. Mazen dan keluarganya hanya dapat makan ketika ada distribusi bantuan atau ketika orang lain berbagi makanan kaleng. Mereka juga menderita sakit dan kekurangan gizi.
Mazen dan keluarganya tidak ingin terus bergantung pada bantuan kemanusiaan. Mereka ingin perang berakhir sekarang juga dan dapat hidup dalam damai dan martabat.
Mereka berharap dapat kembali ke lahan mereka dan memulai hidup baru, namun hal tersebut tampaknya masih jauh dari kenyataan.
Mazen menyerukan kepada dunia internasional untuk mengakhiri penderitaan mereka dan memberikan perhatian kepada keluarganya yang telah kehilangan segalanya.
Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), setidaknya 67,6% lahan pertanian di utara Gaza telah hancur akibat serangan Israel.
Kondisi ini semakin diperburuk dengan adanya keputusan Israel untuk melanjutkan serangan terhadap Gaza, yang telah menewaskan ratusan orang dan melukai ribuan lainnya. Pemblokiran ini telah membawa warga Gaza ke ambang kelaparan dan krisis kesehatan yang parah.
Amnesty International telah menemukan bukti bahwa Israel telah melakukan kejahatan genosida terhadap warga Palestina di Gaza, termasuk pembunuhan, serangan fisik dan mental, serta penciptaan kondisi kehidupan yang dibuat untuk menghancurkan mereka secara fisik.¹
Dalam laporannya, Amnesty International menyatakan bahwa Israel telah melakukan tindakan yang dilarang dalam Konvensi Genosida dan Statuta Roma tentang Pengadilan Kejahatan Internasional dengan niat khusus untuk menghancurkan warga Palestina di Gaza.
Kondisi di Gaza saat ini sangat memprihatinkan, dan dunia internasional harus segera bertindak untuk menghentikan kejahatan Israel terhadap warga Palestina di Gaza. Pemblokiran Israel harus dihentikan, dan bantuan kemanusiaan harus segera dikirim ke Gaza untuk mencegah kelaparan dan krisis kesehatan yang lebih parah.
PBB telah mengeluarkan pernyataan yang menyerukan agar Israel menghentikan serangannya terhadap Gaza dan membuka perbatasan untuk memungkinkan bantuan kemanusiaan masuk. Namun, Israel masih belum merespons pernyataan tersebut.
Warga Gaza terus berjuang untuk bertahan hidup di tengah kondisi yang sangat sulit. Mereka membutuhkan bantuan dari dunia internasional untuk mencegah kelaparan dan krisis kesehatan yang lebih parah.
Dalam beberapa hari terakhir, beberapa organisasi kemanusiaan telah mengirimkan bantuan ke Gaza, termasuk makanan, obat-obatan, dan perlengkapan medis. Namun, bantuan tersebut masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan warga Gaza.
Kondisi di Gaza saat ini sangat memprihatinkan, dan dunia internasional harus segera bertindak untuk menghentikan kejahatan Israel terhadap warga Palestina di Gaza. Pemblokiran Israel harus dihentikan, dan bantuan kemanusiaan harus segera dikirim ke Gaza untuk mencegah kelaparan dan krisis kesehatan yang lebih parah.
Sementara itu, warga Gaza terus berjuang untuk bertahan hidup di tengah kondisi yang sangat sulit. Mereka membutuhkan bantuan dari dunia internasional untuk mencegah kelaparan dan krisis kesehatan yang lebih parah.
Dalam beberapa hari terakhir, beberapa organisasi kemanusiaan telah mengirimkan bantuan ke Gaza, termasuk makanan, obat-obatan, dan perlengkapan medis. Namun, bantuan tersebut masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan warga Gaza.
Kondisi di Gaza saat ini sangat memprihatinkan, dan dunia internasional harus segera bertindak untuk menghentikan kejahatan Israel terhadap warga Palestina di Gaza. Pemblokiran Israel harus dihentikan, dan bantuan kemanusiaan harus segera dikirim ke Gaza untuk mencegah kelaparan dan krisis kesehatan yang lebih parah.
Sementara itu, warga Gaza terus berjuang untuk bertahan hidup di tengah kondisi yang sangat sulit. Mereka membutuhkan bantuan dari dunia internasional untuk mencegah kelaparan dan krisis kesehatan yang lebih parah.
Dalam beberapa hari terakhir, beberapa organisasi kemanusiaan telah mengirimkan bantuan ke Gaza, termasuk makanan, obat-obatan, dan perlengkapan medis. Namun, bantuan tersebut masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan warga Gaza.
Kondisi di Gaza saat ini sangat memprihatinkan, dan dunia internasional harus segera bertindak untuk menghentikan kejahatan Israel terhadap warga Palestina di Gaza. Pemblokiran Israel harus dihentikan, dan bantuan kemanusiaan harus segera dikirim ke Gaza untuk mencegah kelaparan dan krisis kesehatan yang lebih parah.
Sementara itu, warga Gaza terus berjuang untuk bertahan hidup di tengah kondisi yang sangat sulit. Mereka membutuhkan bantuan dari dunia internasional untuk mencegah kelaparan dan krisis kesehatan yang lebih parah.
Dalam beberapa hari terakhir, beberapa organisasi kemanusiaan telah mengirimkan bantuan ke Gaza, termasuk makanan, obat-obatan, dan perlengkapan medis. Namun, bantuan tersebut masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan warga Gaza.
Kondisi di Gaza saat ini sangat memprihatinkan, dan dunia internasional harus segera bertindak untuk menghentikan kejahatan Israel terhadap warga Palestina di Gaza. Pemblokiran Israel harus dihentikan, dan bantuan