JAKARTA — Drama hukum di balik kasus dugaan perlindungan situs judi online (judol) oleh oknum di Kementerian Kominfo semakin dalam. Dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu (4/6/2025), saksi Teguh Arifiyadi membeberkan fakta mengejutkan: mantan Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi disebut memerintahkan langsung agar Adhi Kismanto masuk sebagai tenaga ahli di kementerian tersebut.
“Karena ada perintah Pak Menteri,” ujar Teguh menjawab pertanyaan kuasa hukum dalam persidangan.
Teguh menuturkan bahwa Adhi Kismanto saat itu tidak melalui proses formal rekrutmen, melainkan ditugaskan secara eksternal sebagai ahli untuk membantu proses ‘crawling’ atau penelusuran situs-situs judol.
“Titipan” untuk Tim Basmi Judol?
Penempatan Adhi di posisi strategis sempat dipertanyakan oleh majelis hakim. Dalam sidang, hakim ketua beberapa kali meminta konfirmasi: apakah benar Adhi masuk ke dalam tim penanganan situs judol atas perintah langsung dari menteri?
“Betul,” jawab Teguh tegas.
Dalam dokumen dan pernyataan lain yang terungkap di persidangan, Adhi disebut sebagai salah satu “tangan kanan” Budi Arie dalam operasi pemberantasan situs judi online—yang ironisnya justru berujung pada dugaan keterlibatannya dalam melindungi ribuan situs ilegal tersebut.
Penjelasan Budi Arie: Demi Kejar Target, Adhi Direkrut
Terpisah, Budi Arie Setiadi memberikan penjelasan soal keputusannya merekrut Adhi. Menurutnya, saat itu penyebaran situs judol sudah sangat masif. Ia mengaku mendapat informasi bahwa beberapa pegawai internal Kominfo hidup tidak wajar, menimbulkan kecurigaan akan adanya “main mata”.
Untuk merespons keadaan darurat tersebut, Budi Arie mengatakan ia mencari orang luar yang memiliki kemampuan teknis unggul. Adhi Kismanto, katanya, mampu melakukan take down 50.000 hingga 150.000 situs per hari, jauh di atas kemampuan internal Kominfo yang hanya bisa menutup sekitar 3.000 situs per hari.
“Muncullah nama Adhi Kismanto,” ujar Budi.
“Sayangnya, dia tergoda oleh pemain lama (judol),” lanjutnya.
Budi pun membantah keterlibatan langsung dalam praktik perlindungan situs judi online. Ia menyebut bahwa sistem dan aktivitas ilegal tersebut sudah ada sebelum dirinya menjabat.
Dugaan Jaringan Judol dan Jejak Nama Besar
Nama Adhi Kismanto bukan satu-satunya yang mencuat. Dalam dakwaan, terdapat nama-nama lain seperti Zulkarnaen Apriliantony—eks komisaris BUMN dan disebut sebagai orang dekat Budi Arie—hingga sejumlah pejabat dan pegawai Kominfo lain yang diduga bermain dalam jaringan judol.
Mereka dijerat dengan pasal-pasal berlapis, mulai dari UU ITE hingga Pasal 303 KUHP tentang perjudian, serta ancaman pidana berlapis sebagai pelaku dan turut serta.
Kisah Klasik di Balik Digitalisasi: Teknologi Canggih, Integritas Runtuh
Ironisnya, di tengah upaya digitalisasi dan pemberantasan konten ilegal, justru muncul dugaan bahwa alat dan SDM yang dipakai untuk melindungi masyarakat malah disalahgunakan. Adhi bahkan disebut sempat meminta gaji Rp 17 juta sebagai bagian dari “tim anti-judol,” sebelum akhirnya terseret sebagai pelindung situs-situs yang seharusnya diblokir.
Sidang Berlanjut, Publik Menanti Kebenaran
Sidang masih akan berlanjut, dan publik kini menunggu: apakah ini hanya soal individu nakal dalam sistem, atau ada struktur kekuasaan yang lebih dalam yang selama ini menutupi praktik kotor di balik layar kementerian?
Satu hal pasti—transparansi dan keadilan harus ditegakkan. Karena ketika komitmen melawan kejahatan digital justru ternoda dari dalam, maka bukan hanya hukum yang dilecehkan, tapi juga kepercayaan publik yang dikorbankan.