0
0

Siapa Houthi dan Mengapa Mereka Diserang AS?

Pada awal 2025, Presiden AS Donald Trump meluncurkan operasi militer besar-besaran terhadap kelompok Houthi di Yaman, menanggapi serangan mereka terhadap kapal-kapal di Laut Merah. Serangan ini, yang telah menewaskan sedikitnya 53 orang, bertujuan melemahkan kemampuan militer Houthi tanpa menggulingkan rezim mereka, di tengah meningkatnya sanksi terhadap Iran, sekutu Houthi

Pada awal 2025, Presiden Amerika Serikat Donald Trump meluncurkan operasi militer terbesar di Timur Tengah sejak ia kembali menjabat, menargetkan kelompok Houthi yang bersekutu dengan Iran di Yaman.

Langkah ini diambil sebagai respons terhadap serangan Houthi terhadap kapal-kapal di Laut Merah, yang mengganggu jalur perdagangan global. Operasi ini, yang telah menewaskan sedikitnya 53 orang menurut laporan Reuters, menandai eskalasi signifikan dalam ketegangan regional dan menimbulkan pertanyaan tentang dinamika geopolitik, tujuan Houthi, dan implikasi jangka panjang dari konflik ini.

Latar Belakang Serangan Houthi di Laut Merah

Kelompok Houthi, yang juga dikenal sebagai Ansar Allah, telah menjadi aktor kunci dalam konflik Yaman sejak merebut ibu kota Sanaa pada 2014. Serangan mereka terhadap kapal-kapal di Laut Merah dimulai sebagai respons terhadap perang Israel-Hamas yang meletus pada akhir 2023.

Houthi menyatakan bahwa serangan ini adalah bentuk solidaritas dengan rakyat Palestina di Gaza, yang menghadapi blokade bantuan kemanusiaan oleh Israel. Mereka menargetkan kapal-kapal yang dianggap memiliki hubungan dengan Israel, Amerika Serikat, atau Inggris, meskipun laporan industri pelayaran menunjukkan bahwa kapal-kapal lain juga berisiko.

Salah satu insiden paling terkenal adalah pengambilalihan kapal kargo Galaxy Leader pada 18 November 2023, yang kemudian diubah menjadi objek wisata di Yaman. Houthi mengklaim bahwa serangan mereka bertujuan untuk menekan Israel agar mencabut blokade di Gaza. Menurut Mohammed Abdulsalam, juru bicara Houthi, operasi mereka adalah “dukungan nyata” bagi Palestina, dan mereka tidak akan tinggal diam menghadapi apa yang mereka sebut sebagai “agresi dan pengepungan” terhadap Gaza.

Namun, serangan Houthi telah menyebabkan gangguan besar pada perdagangan global. Laut Merah adalah jalur perdagangan vital yang menghubungkan Eropa dan Asia, menyumbang sekitar 15% lalu lintas pelayaran dunia.

Akibat serangan ini, banyak perusahaan pelayaran terpaksa mengalihkan rute mereka melalui Tanjung Harapan di Afrika Selatan, yang lebih panjang dan mahal. Dampak ekonomi ini mendorong AS dan Inggris untuk bertindak, melancarkan serangan udara sebagai bagian dari upaya internasional untuk mengamankan jalur pelayaran.

Operasi Militer AS: Skala dan Tujuan

Menurut pejabat AS, operasi militer yang diluncurkan Trump terhadap Houthi dapat berlangsung selama berminggu-minggu. Pentagon menegaskan bahwa AS akan menggunakan “kekuatan mematikan yang luar biasa” untuk menghentikan serangan Houthi, tetapi menekankan bahwa operasi ini tidak bertujuan untuk menggulingkan rezim Houthi atau menjadi konflik tanpa akhir. Fokusnya adalah untuk melemahkan kemampuan militer Houthi, terutama infrastruktur yang digunakan untuk menyerang kapal-kapal di Laut Merah.

Serangan ini juga disertai dengan peningkatan sanksi terhadap Iran, yang dituduh oleh AS dan sekutunya sebagai pendukung utama Houthi. Meskipun Teheran membantah tuduhan bahwa mereka memasok senjata seperti drone bersenjata dan rudal balistik, Barat terus menyoroti hubungan antara Houthi dan “Poros Perlawanan” yang didukung Iran, termasuk Hamas dan Hizbullah.

Siapa Houthi dan Apa Tujuan Mereka?

Houthi berasal dari gerakan kebangkitan agama Zaidi Syiah yang didirikan pada akhir 1990-an di Yaman utara. Wilayah ini, yang secara historis pernah diperintah oleh kelompok Zaidi, telah lama terpinggirkan secara ekonomi dan politik. Di bawah kepemimpinan Abdul Malik al-Houthi, kelompok ini berkembang dari sekelompok pejuang lokal menjadi pasukan bersenjata yang menguasai sebagian besar Yaman barat dan utara, termasuk Sanaa.

Pada 2014, Houthi merebut kekuasaan di Sanaa, memicu perang saudara melawan pemerintah Yaman yang diakui secara internasional. Konflik ini diperumit oleh intervensi koalisi yang dipimpin Arab Saudi pada 2015, yang didukung oleh AS dan Inggris. Meskipun perang saudara telah menyebabkan krisis kemanusiaan yang parah, Houthi berhasil mempertahankan kendali atas wilayah-wilayah kunci, sebagian besar berkat dukungan logistik dan pelatihan dari Iran.

Tuntutan utama Houthi dalam konteks serangan Laut Merah adalah penghentian blokade Israel terhadap Gaza. Mereka memandang serangan terhadap kapal-kapal sebagai alat tekanan diplomatik dan simbolik untuk mendukung perjuangan Palestina. Namun, tindakan mereka juga mencerminkan ambisi regional yang lebih luas, yaitu menegaskan diri sebagai kekuatan yang harus diperhitungkan di Timur Tengah.

Abdul Malik al-Houthi: Pemimpin di Balik Gerakan

Abdul Malik al-Houthi, yang kini berusia sekitar 40-an tahun, adalah figur sentral di balik kebangkitan Houthi. Dikenal sebagai komandan yang karismatik namun tertutup, ia jarang muncul di depan umum dan menghindari media. Di bawah kepemimpinannya, Houthi telah berkembang menjadi pasukan yang terorganisir dengan arsenal canggih, termasuk drone dan rudal balistik. Meskipun Arab Saudi dan Barat menuduh Iran sebagai pemasok senjata, Houthi menegaskan bahwa mereka mengembangkan sebagian besar teknologi mereka secara mandiri.

Kepemimpinan al-Houthi telah mengubah Houthi dari kelompok pemberontak lokal menjadi aktor regional yang mampu menantang kekuatan global. Strateginya yang menggabungkan taktik gerilya dengan propaganda anti-Barat telah memperkuat posisi Houthi di Yaman dan meningkatkan pengaruh mereka di antara kelompok-kelompok anti-Israel di kawasan.

Hubungan dengan Iran dan “Poros Perlawanan”

Houthi adalah bagian dari aliansi longgar yang disebut “Poros Perlawanan,” yang mencakup kelompok-kelompok seperti Hamas di Gaza dan Hizbullah di Lebanon. Aliansi ini didukung oleh Iran, yang menyediakan bantuan finansial, pelatihan, dan dalam beberapa kasus, persenjataan. Namun, para analis menegaskan bahwa Houthi bukan sekadar proksi Iran. Mereka memiliki agenda domestik yang kuat, termasuk memperjuangkan kepentingan komunitas Zaidi dan mempertahankan kendali atas wilayah-wilayah yang mereka kuasai.

Meskipun Iran membantah memberikan senjata langsung, koalisi yang dipimpin Saudi menuduh Teheran memasok rudal dan drone yang digunakan Houthi dalam serangan mereka. Houthi juga dituduh menerima bantuan dari Hizbullah Lebanon, meskipun kelompok ini membantah tuduhan tersebut. Hubungan dengan Iran memberikan Houthi akses ke sumber daya yang memperkuat posisi mereka, tetapi juga membuat mereka rentan terhadap tekanan internasional, seperti sanksi dan serangan militer dari AS.

Implikasi Regional dan Global

Operasi militer AS terhadap Houthi memiliki implikasi yang luas. Pertama, eskalasi ini dapat memperburuk ketegangan antara AS dan Iran, terutama di tengah sanksi baru yang diberlakukan oleh pemerintahan Trump.

Kedua, serangan ini berisiko memicu siklus kekerasan baru di Yaman, yang sudah dilanda krisis kemanusiaan selama satu dekade. Ketiga, gangguan berkelanjutan di Laut Merah dapat memperburuk tekanan ekonomi global, dengan meningkatnya biaya pelayaran dan potensi kenaikan harga barang.

Sementara itu, tindakan Houthi telah menarik perhatian dunia terhadap isu Gaza. Dengan menyerang kapal-kapal yang terkait dengan Israel, mereka berhasil memposisikan diri sebagai pendukung vokal perjuangan Palestina, meskipun tindakan mereka juga menuai kritik karena membahayakan pelayaran global dan memperumit upaya perdamaian di Yaman.

Tantangan Menuju Perdamaian

Meskipun Yaman sempat mengalami periode tenang berkat upaya perdamaian yang dipimpin PBB, eskalasi terbaru menunjukkan bahwa konflik di kawasan ini jauh dari selesai. Houthi tetap teguh pada tuntutan mereka terkait Gaza, sementara AS dan sekutunya bertekad untuk melindungi kepentingan strategis mereka di Laut Merah. Di tengah dinamika ini, upaya diplomatik untuk mencapai gencatan senjata yang langgeng di Yaman dan Gaza menjadi semakin sulit.

PBB dan aktor internasional lainnya perlu mencari cara untuk mengatasi akar konflik, termasuk ketimpangan ekonomi di Yaman dan krisis kemanusiaan di Gaza. Tanpa pendekatan yang komprehensif, serangan militer seperti yang dilakukan AS hanya akan memberikan solusi jangka pendek, sementara ketegangan regional terus berlanjut.

Operasi militer AS terhadap Houthi di Yaman adalah babak baru dalam konflik yang kompleks, yang melibatkan isu-isu lokal, regional, dan global. Houthi, di bawah kepemimpinan Abdul Malik al-Houthi, telah menunjukkan kemampuan untuk menantang kekuatan dunia dengan sumber daya terbatas, didorong oleh kombinasi agenda domestik dan solidaritas regional.

Namun, serangan mereka di Laut Merah dan respons militer AS menggarisbawahi tantangan besar dalam mencapai stabilitas di Timur Tengah. Dengan ketegangan yang terus meningkat, dunia kini menyaksikan bagaimana dinamika ini akan membentuk masa depan Yaman, Laut Merah, dan hubungan AS-Iran.

Catatan: Untuk informasi lebih lanjut tentang langkah-langkah diplomatik atau perkembangan terkini, pantau sumber berita terpercaya atau kunjungi situs resmi organisasi seperti PBB.

Baca Lagi

Direkomendasikan

World