LIPUTANKHUSUS.COM – Kasus suap yang mengguncang Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), sebelumnya dikenal sebagai Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), kembali menjadi sorotan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa empat individu atas tuduhan melindungi situs judi online (judol) dari pemblokiran, mengungkap jaringan korupsi yang melibatkan oknum pegawai dan pihak eksternal.
Sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu (14/5/2025) menguak peran para terdakwa, termasuk sosok yang disebut dekat dengan eks Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi. Dengan total imbalan mencapai Rp171,11 miliar untuk 20.192 situs yang dilindungi, kasus ini menyoroti celah pengawasan di tubuh kementerian. Artikel ini mengupas fakta persidangan, peran terdakwa, dan dugaan keterlibatan pihak-pihak penting dalam skandal ini.
Empat Terdakwa dan Peran Kunci Mereka
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa empat individu dengan peran berbeda dalam jaringan korupsi digital ini. Mereka adalah:
- Zulkarnaen Apriliantony: Wiraswasta yang disebut sebagai orang dekat Budi Arie. Dalam dakwaan, Zulkarnaen berperan sebagai penghubung utama antara Budi Arie dan operasi pengamanan situs judi online. Pada Oktober 2023, Budi Arie memintanya mencari seseorang yang mampu mengumpulkan data situs judol, dan Zulkarnaen memperkenalkan Adhi Kismanto. Ia juga disebut menerima jatah 30% dari keuntungan pengamanan situs.
- Adhi Kismanto: Pegawai Kemenkominfo yang menjadi otak teknis dalam skema ini. Meski tidak lolos seleksi tenaga ahli karena tak memiliki gelar sarjana, Adhi diterima bekerja berkat “atensi khusus” dari Budi Arie. Tugasnya? Menyortir daftar situs judi online, menghapus situs yang “dilindungi” dari daftar pemblokiran, dan mengirimkan daftar yang sudah “dibersihkan” ke Tim Tata Kelola Pengendalian Penyelenggara Sistem Elektronik (TKPPSE). Adhi mendapat jatah 20% dari keuntungan.
- Alwin Jabarti Kiemas: Direktur Utama PT Djelas Tandatangan Bersama yang berperan sebagai bendahara. Alwin mengatur pembagian uang hasil pengamanan situs judol. Ia mengaku dekat dengan pejabat Kemenkominfo dan berkoordinasi dengan pegawai bernama Fakhri Dzulfiqar untuk menjaga ratusan situs judi online, termasuk menyerahkan daftar 100 situs pada Juni 2023 agar tidak diblokir.
- Muhrijan alias Agus: Mengaku sebagai utusan direktur Kemenkominfo, Muhrijan berperan sebagai negosiator dan pemeras dalam jaringan ini. Ia mengancam akan membongkar praktik pengamanan situs judol kecuali menerima bayaran, termasuk meminta Rp1,5 miliar dari Denden Imadudin Soleh, Ketua Tim Pengendalian Konten Ilegal Kominfo. Muhrijan juga mendorong kelanjutan praktik ini dengan menawarkan komisi besar kepada Adhi.
Bayang-Bayang Budi Arie dalam Dakwaan
Nama Budi Arie Setiadi menjadi sorotan utama dalam dakwaan ini. Jaksa menyebutkan bahwa Budi Arie diduga menerima jatah 50% dari keuntungan pengamanan situs judi online yang tidak diblokir. Skema ini terungkap dari pertemuan di Café Pergrams, Senopati, Jakarta Selatan, di mana Zulkarnaen, Adhi, dan Muhrijan membahas tarif Rp8 juta per situs dan pembagian keuntungan: 20% untuk Adhi, 30% untuk Zulkarnaen, dan 50% untuk Budi Arie.
Pada April 2024, Adhi menerima informasi bahwa Budi Arie memerintahkan agar praktik pengamanan situs judol tidak dilakukan di lantai 3 kantor Kemenkominfo, melainkan dipindahkan ke lantai 8, bagian pengajuan pemblokiran. Zulkarnaen dan Adhi bahkan bertemu Budi Arie di rumah dinasnya di Widya Chandra untuk membahas perpindahan ini, yang disetujui oleh Budi Arie.
Namun, Budi Arie membantah keterlibatannya. Pada Desember 2024, setelah diperiksa sebagai saksi oleh Bareskrim Polri, ia menyebut tuduhan ini sebagai “fitnah” dan “framing jahat”. Ia juga mengklaim menjadi korban pengkhianatan pegawai Komdigi dan menegaskan bahwa ia konsisten memberantas judi online selama menjabat, dengan memblokir lebih dari 800.000 konten judol antara Juli 2023 dan Desember 2023.
Skala Korupsi yang Mencengangkan
Dakwaan mengungkap bahwa antara Mei dan Oktober 2024, sebanyak 20.192 situs judi online diamankan dari pemblokiran dengan total imbalan Rp171,11 miliar. Praktik ini berjalan terstruktur, melibatkan pegawai internal seperti Fakhri Dzulfiqar, Yudha Rahman Setiadi, dan Yoga Priyanka Sihombing, serta grup komunikasi khusus melalui aplikasi Signal. Bahkan, iPhone diberikan sebagai “hadiah” untuk memperlancar koordinasi.
Skandal ini bermula dari pertemuan Alwin dengan pengelola judol bernama Jonathan di sebuah klub malam, yang kemudian berkembang menjadi jaringan korupsi dengan keuntungan miliaran rupiah. Total keuntungan dari 3.900 situs yang “dijaga” diperkirakan mencapai Rp48,7 miliar, menunjukkan skala besar operasi ini.
Respons Publik dan Kontroversi
Kasus ini memicu gelombang reaksi di media sosial. Sejumlah pengguna X menyebut Budi Arie sebagai pejabat yang “gagal” dan mempertanyakan penghargaan yang diterimanya terkait pemberantasan judi online. Ada pula yang menudingnya terlibat langsung dalam jaringan ini, meski tuduhan ini belum terbukti secara hukum. Sementara itu, Projo, organisasi yang dipimpin Budi Arie, membela keras dengan menyebut tuduhan ini sebagai “framing jahat” untuk menghancurkan reputasinya.
Budi Arie sendiri memilih bungkam atas dakwaan terbaru, hanya menyatakan fokus pada tugasnya sebagai Menteri Koperasi. “Nanti ya. Sekarang saya masih fokus tugas sebagai Menteri Koperasi,” ujarnya singkat saat dikonfirmasi wartawan.
Apa Selanjutnya?
Sidang ini baru permulaan. Dengan 24 tersangka, termasuk 15 pegawai Komdigi, kasus ini diperkirakan akan mengungkap lebih banyak fakta mengejutkan. Publik kini menanti apakah Budi Arie akan dipanggil kembali sebagai tersangka atau hanya tetap sebagai saksi. Yang jelas, skandal ini telah mencoreng upaya pemerintah memberantas judi online dan menimbulkan pertanyaan besar: seberapa dalam jaringan ini berakar di tubuh Kementerian?
Kasus judi online Komdigi bukan sekadar soal korupsi, tetapi juga tentang kepercayaan publik terhadap institusi pemerintah. Dengan nama besar seperti Budi Arie terseret, sorotan kini tertuju pada transparansi dan akuntabilitas. Akankah keadilan ditegakkan, atau ini hanya puncak gunung es dari masalah yang lebih besar? Pantau terus perkembangannya!
Disclaimer: Tuduhan terhadap Budi Arie Setiadi berdasarkan dakwaan jaksa belum terbukti secara hukum. Proses persidangan masih berlangsung, dan semua pihak dianggap tidak bersalah hingga putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.